Pendekatan Penerapan Apresiasi Sastra |
1. PENDEKATAN PARAFRASTIS DALAM MENGAPRESIASI
SASTRA
Pendekatan
parafratis adalah strategi pemahaman kandungan makna dalam satu cipta sastra
dengan jalan mengungkapkan kembali gagasan yang disampaikan pengarang dengan
menggunakan kata-kata maupun kalimat yang berada dengan kata-kata kalimat yang
digunakan pengarangnya. Tujuan akhir dari penggunaan pendekatan parafrastis itu
adalah untuk menyederhanakan pemakaian kata atau kalimat seorang pengarang
sehingga pembaca lebih mudah memahami kandungan makna yang terdapat dalam suatu
cipta sastra. Seperti telah
diketahui, kata-kata dalam cipta satsra umumnya padat dan suplimatif. Misalnya,
seorang penyair yang ingin menyampaikan gagasan tentang betapa cepatnya
perjalanan kehidupan serta betapa singkat kehidupan manusia itu sendiri yang
sisi lain juga akan segera membahas manusia dari libatan keduniawian ini,
dirinya cukup mengungkapkannya dengan jam mengerdip, tak terduga betapa lekas
siang menepi, melapangkan jalan dunia. Dari contoh itu dapat diketahui bahwa
kalimat atau baris dalam puisi sering mengalami elipsis atau penghilangan suatu
unsur, baik berupa kata maupun berupa kelompok kata. Begitu juga1 cara
penulisannya umumnya tidak sma dengan aturan atau sistem pada umumnya. Misalnya
jika seorang kalimat itu seseorang harus mengawalinya dengan huruf besar dan
menghakhiri dengan titik, maka dalam baris-baris puisi dalam aturan itu tidak
selamnya dilaksanakan.
Prinsip dasar
dari penerapan pendekatan parafrastis pada hakikatnya berangkat dari pemikiran
bahwa (1) gagasan yang sama dapat disampaikan lewat bentuk yang berbeda, (2)
simbol-simbol yang berbentuk konotatif dalam suatu cipta sastra dapatdiganti
dengan lambang atu bentuk lain tidak mengandung ketaksanan makna (3)
kalimat-kalimat baris dalam suatu cipta sasgra yang mengalami pelesapan dapat
dikembalikan lagi pada bentuk dasarnya, (4) pengubahan pada suatu cipta sastra
baik dalam hal kata maupun kalimat yang semula simbolik dan eliptis menjadi
suatu bentuk kebahasaan yang tidak lagi konotatif akan mempermudah upaya
seseorang untuk mememahami kandungan makna dalam suatu bacaan, dan (5)
ppengungkapan kembali suatu gagasan yang sama dengan menggunakan media atau
bentuk yang tidak sama oleh sesorang pembaca akan mempertajam pemahaman gagasan
yang diperoleh pembaca itu sendiri.
Dari prinsip
pada butir 5 itu dapat disimpulkan juga bahwa penerapan pendekatan parafrastis
untuk mempermudah upaya pemahaman makna suatu bacaan, juga digunakan untuk
mempertajam, memperluas dan memperlengkapi pemahaman makna yang diperoleh oleh
pembaca itu sendiri. Sebab itu, dalam pelaksanaannya nanti, pendekatan
parafrastis ini selain dapat dilaksanakan pada awal dilaksanakan pada awal
kegiatan merapresiasi satra, juga dapat dilaksanakan setelah kegiatanapresiasi
berlangsung.
2. PENDEKATAN EMOTIF DALAM MENGAPRESIASI SASTRA
Pendekatan
emotif dalam mengapresiasi sastra adalah suatu pendekatan yang berusaha yang
menemukan unsur-unsur yang mengajuk emosi itu dapat berhubungan dengan
keindahan penyajiaan bentuk maupun ajukan emosi itu dapat berhubungan dengan
isi atau gagasan yang lucu dan menarik.
Prinsip-prinsip
dasar yang menlatarbelakangi adanya pendekatan emotif ini adalah pandangan
bahwa cipta sastra merupakan bagian bagian dari karya seni yang hadir dihadapan
masyarakat pembaca untuk menikmati sehingga mampu memberikan hiburan dan
kesenangan. Dan dengan menerapakan pendekatan emotif ini akan pembaca akan
dihadapkan pada pertanyaan-pertanyaan tentang adakah unsur-unsur keindahan
cipta sastra yang akan baca ini? Bagaimana cara pengarang menampilkan keindahan
itu? Dan bagaimana wujud keindahan itu sendiri setelah digambarakan
pengarangnya. Bagaimana cara menemukan keindahan itu? Serta berapa banyak
keindahan itu dapat ditemukan?
Selain berhubungan dengan masalah keindahan yang lebih lanjut akan berhubungan
dengan masalah gaya bahasa seperti metafor, smile, maupun penataan setting yang
mampu menghasilakan panorama yang menarik. Penikmatan keindahan itu juga dapat
berhubungan dengan penyampaian cerita, peristiwa, maupun gagasan tertentu yang
lucu dan menarik sehingga mampu memberikan hiburan dan kesenagan oleh pembaca.
Penikmatan itu
lebih ;lanjut juga dengan berhubungan masalah pola persajakan dan paduan bunyi
yang lebih lanjut dan dapat mengahadiri unsur-unsur musikalitas yang merdu dan menarik.
Hal yang demikian dijumpai terutama pada karya-karya puisi karena pada abad
ke-18 sampai ke-19 ada kecenderungan untuk menciptakan sair atau karya fiksi
seperti halnya alunan musik, misalnya sebuah puisi berbahasa Jerman dari
penyair Tieck berbunyi: liebe denk in suzen Tonen atau Dennn gedanken steh’n zu
fern. Penyajian keindahan dalam puisi dalam keindahan dalam puisi, selain lewat
permainan bunyi sehingga dikenal adanya penyair yang auditif, dapat juga
disajikan secara visual. Salah satu bait puisi
Roestam Effendi dalam percikan perenungan, misalnya, berbunyi:
Ditengah sunyi menderu
rinduku
Seperti topan. Merengggutkan
dahan
Mencabutkan
akar,
Meranggutkan
kembang kalbuku
Untuk menemukan
dan menikmati cipta satra yang mengandung kelucuan, anda tentunya juga harus
memilih cipta satra yang termasuk dalam ragam-ragam tertentu. Ragam itu
misalnya ragam humor, satirik, sarkasme, maupun ragam komedi.
3. PENDEKATAN ANALITIS DALAM MENGAPRESIASI SATRA
Sewaktu
berhadapan dengansebuah cipta sastra, pembaca dapat menampilkan pertanyaan:
unsur-unsur apakah yang membangun cipta sastra yang saya baca ini? Bagaimana
peranan setiap unsur itu dan bagaimana hubungan antara unsur yang satu dengan
yang lainya? Dan bagaimakah cara memahaminya? Jika pembaca berusaha mencari
jawaban dari keseluruhan pertanyaan itu, pada dasarnya pembaca telah
melaksanakan atau menerapkan pendekatan analitis.
Pengertian
pendekatan analitis itui sendiri adalah suatu pendekatan yang berusaha memahami
gagasan, cara pengarang menampilkan gagasan-gagasanya, elemen instrinsik dan
mekanisme hubungan dari setiap elemen
instrinsik itu sehingga mampu totalitas maknanya. Penerapan penekatan analitis
itu pada dasarnya akan menolong pembaca dalam upaya meninggalkan unsur-unsur
instrinsik sastra yang secara aktual telah berada dalam suatu cipta sastra dan
bukan dalam rumusan-rumusan atau definisi seperti yang terdapat dalam teori
kajian sastra. selain itu pembaca juga dapat memhami bagaimana fungsi disetiap
elemen cipta sastra dalam rangka membangun dalam keseluruhanya. Dengan kata
lain, pendekatan analitis lewat penerapan pendekatan ini diharapkan pembaca
pada umumnya menyadari bahwa cipta sastra itu pada dasarnya diwujudkan lewat
kegiatan yang serius dan terencana sehingga tertanamkanlah rasa penghargan atau
sikap yang baik terhadap karya sastra.
Dalam kehadiran
pendekatan analitis ini, prinsip dasar yang mendatarbelakanginya adalah
anggapan bahwa (1) cipta satra itu dibentuk oleh elemen-elemen tertentu, (2)
setiap elemen dalam cipta satra memiliki fungsi tertentu dan menantiasa
memiliki hubungan antara yang satu dengan yang lainnya walupun karakteristik
masing-masing berbeda, (3) dari adanya ciri karakteristik setiap elemn itu,
maka antara elemen yang satu dengan yang lain, pada awalnya setiap elemennya
itu harus disikapi sebagai suatu kesatuan.
dalam
pelaksanaannya, penerapan pendekatan aanlitis ini diawali dengan kegiatan
membaca teks secra keseluruhan. Setelah itu, pembaca menampilkan beberapa
pertanyaan yang berhubungan dengan unsur-unsur intrinsik yang membangun cipta
sastra yang dibacanya. Misalnya, sewaktu pembaca mengapresiasi salah satu judul
cerpen, lewat judul cerpen yang dibacanya itu, setelah pembaca melaksanakan
kegiatan baca terhadap keseluruhan cerpen itu secara skiming, pembaca lebih
lanjut menampilkan pertanyaan-pertanyaan, misalnya bagaimana penokohannya,
setting-nya, perwatakan setiap tokoh, dan pertanyaan tentang unsur instrinsik
lain yang terdapat dalam cerpen itu, pembaca lebih lanjut pembaca menganalisis
setiap unsur yang telah ditetapkanya.
Dari hasil
analisis setiap unsur itu, pembaca lebih
lanjut berusaha memahami bagaiman mekanisme hubungannya. Lewat analisis
mekanisme hubunganya. Lewat analisis mekanisme hubungan inii lebih lanjut
pembaca menganalisis setiap unsur yang telah ditetapkannya. Dalam
pelaksanaanya, kegiatan analisis itu tidak harus meliputi keseluruhan aspek
yang terkandung dalam suatu cipta sastra. Dalam hal ini pembaca dapat membatasi
diri pada analisis struktur, diksi atau gaya bahasa, atau mungkin analisis
unsur kebahasaan seperti yang dilaksanakan dalam pendekatan linguistik atau
text grammar. Dapat disadari, misalnya kita berhadapan dengan roman Siti
Nurbaya yang begitu tebal dan melaksanakan kegiatan analisis pada seluruh
elemen pendukungnya, maka hal itu akan sangat menyita waktu. Sebab itulah
didalam pelaksanaannanti, sebaiknya anda memilih cipta sastra yang tidak begitu
panjang, misalnya cerpen atau puisi.
Kegiatan
mengapresiasi sastra dengan menerapkan pendekatan analisis ini dapat dianggap
sebagai suatu kerja yang bersifat saintifik. Karena dalam menerapkan pendekatan
itu pembaca harus berangkat dari landasan teori tertentu, bersikap objektif dan
harus mewujudkan hasil analisis yang tepat, sistematis, dan diakui oleh umum.
Metode kerja demikian itu dapat disamakan dengan metode kerja pada linguis
dalam upayanya menerapkan metode deskriptif yang bersifat eksak dalam rangka
menelaah aspek kebahasaan dalam cipta sastra. Sebab itulah dalam pelaksanaan
nanti, apresiator dapat saja menggunakan bagan, tabel, maupun fomulasi atau
rumus-rumus seperti yang digunakan dalam ilmu eksakta.
4. PENDEKATAN HISTORIS DALAM MENGAPRESIASI SASTRA
Pendekatan
historis adalah suatu pendekatan yang menekankan pada pemahaman tentang
biografi pengarang, latar belakang peristiwa masa-masa terwujudnya cipta satra
yang dibaca, serta tentang bagaimana perkembangan kehidupan sastra itu sendiri
pada umumnya dari zaman kezaman.
Prinsip dasr
yang memlatarbelakangi lahirnya pendekatan ini adalah anggapan bahwa cipta
sastra bagaimanapun juga merupakan
bagian dari zamannya. Selain itu pemahaman terhadap biografi pengarang
juga sangat penting dalam upaya memahami kandungan makna dalam makna dalam
suatu cipta sastra. Sebab itulah telaah makna dalam upaya memahami kandungan
makna dalam suatu cipta sastra. Sebab itulah telaah makna dalam suatu dalam
pendekatan sosiosemantik sangat mengutamakan konteks, baik konteks sosio
budaya, situasi tau zaman maupun konteks kehidupan pengarangnya sendiri.
Dalam telaah
karya sastra Indonesia lewat pendekatan historis ini, pembaca dapat
memanfaatkan buku kritik dan esay dari H.B. Jassin, Ihtisar sejarah sastra
Indonesia karangan ajib rosidi, serta buku leksikon karangan pemasuk Eneste, dan lain-lainya. Sebagai informasi
kesejarahan , tambahan, pembaca dapat juga melihat pada keterangan tentang
biografi pengarang yang terdapat dibagian belakang maupun esay-esay tentang
kehidupan pengarang yang terdapat dalam buku kumpulan karangan maupun majalah
dan koran.
5. PENDEKATAN SOSIOPSIKOLOGIS DALAM
MENGAPRESIASI SATRA
Pendekatan
sosiopsikologis adalah suatu pendekatan yang berusaha memahami latar belakang
kehidupan sosial budaya, kehidupan masyarakat maupun tanggapan kejiwaan atau
sikap pengarang terhadap lingkungan kehidupanya
ataupun zamannya pada saat cipta sastra
itu diwujudkan. Dalam pelaksananya
pendekatan ini memang sering tumpang tindih dengan pendekatan historis. Akan
tetapi, selama masalah yang akan dibahas untuk setiap pendekatan itu dibatasi
dengan jelas, maka ketumpang tindihan itu pasti dapat dihindari.
Contoh penerapan
pendekatan sosiopsikologi itu misalnyakita membaca puisi Chairil anwar “
Diponegoro” jika dalam pendekatan historis kita dapat membahasnya lewat
pendekatan tentang biografi pengarang peristiwa kesejahrahan yang terjadi pada
masa itu, bagaimana sikap pengarang terhadap lingkunganya serta hubungan antara
cipta satra iti dengan zamanya.
Sehubungan
dengan penerapan pendekatan sosio psikologis itu, terdapat anggapan bahwa cipta
sastra merupakan kreasi manusia yang terlibat dalam kehidupan serta mampu
menampilkan tanggapan evaluatif terhadapnya. Sebab itulah dengan mengutip
pendapat Grebstein, Spardi djokodamono mengungkapkan bahwa karya satra tidak
dapat dipahami selengkap-lengkapnya apabila dipisahkan dari lingkungan atau
kebudayaan.
6. PENDEKATAN DIDAKTIS DALAM MENGAPRESIASI
SASTRA
Pendekatan
didaktis adalah suatu pendekatan yang berusaha menemukan dan memahami gagasan,
tanggapan evaluatif maupun sikap pengarang terhadap kehidupan. Gagasan
tanggapan maupun sifat itu dalam hal ini akan mampu terwujud dalam suatu
pandangan etis, filosofis, maupun agamis sehingga akan mengandung nilai-nilai
yang mampu memperkaya kehidupan rohanian pembaca.
Pendekatan
didaktis ini pada dasarnya juga merupakan suatu pendekatan yang telah beranjak jauh dari pesan tersurat
yang terdapat dalam suatu cipta sastra. Sebab itulah penerapan pendekatan
didaktis dalam apresiasi sastra akan menuntut daya kemampuan intelektual, kepekaan
rasa, maupun sikap yang mampan darri pembacanya.
Bagi pembaca
pada umumnya, penerapan pendekatan didaktis dalam tingakatan pemilihan bahan
yang sesuai dengan pengetahuan maupun tingkat kemantangannya akan terasa lebih
banyak mengasikkan, hal itu terjadi karena pembaca umumnya berusaha mencari
petunjuk dan keteladanan lewat teks yang dibaca. Akan tetapi pada sisi lain
pada sikap itu juga berkontras dengan
sikap tidak senangnya jika harus menerima pesan, petuah atau nasihat dari orang
lain yang bernada mengurui . sebab dengan itulah dengan menemukan nilai-nolai
kehidupan lewat yang difikirkan nilai-nilai kehidupan lewat daya fikir
kritisnya sendiri, nilai yang dapat akan lebih mengendap pada aspek kejiwaanya
serta lebih menikmatkan batinnya.
Dalam
pelaksanaanyan, penggunaan pendekatan didaktis
ini diawali dengan upaya
pemahaman satuan-satuan pokok
pikiran yang terdapat dalam suatu cipta sastra. Satuan pokok pikiran itu
pada dasarnya disarikan dari paparan gagasan pengarang, baik berupa tuturan
ekspresif, komentar, dialog, lakuan maupun deskripsi peristiwa dari pengarang,
baik berupa atau penyairnya. Dalam penerapan pendekatan didaktis ini, sebagai
pembimbing kegiatan berfikirnya, pembaca dapt berangkat dari berpola berfikir,
misalnya jika malin kundang itu akhirnya mati, karena durhaka kepada ibunya,
maka dalam hidupnya manusia itu harus bersikap baik kepda orang tua.
Contoh dari
pendekatan didaktis dalam kegiatan mengapresiasikan puisi misalnya kita membaca
puisi Goenawan Muhammad berjudul
“tahunpun turun membuka sayapnya”
Tahunpun
turu membuka sayapnya
Keluas jauh benua-benua
Dan laut membias: warna
biru langit semesta
Dan zaman menderas:
manusia tetap setia
Misalnya, dari
puisi diatas kita dapat menentukan satuan-satuan pokok pikiran yang mmeliputi
(1) waktu itu senantiasa berjalan dan teruas berganti (2) kehidupan yang indah
ini senantiasa membukakan diri bangi manusia untuk menhayatinya, dan (3)
meskipun zaman terus berjalan dengan cepat , manusia juga tetap setia mengisi
kehidupannya. Dari ketiga pokok pikiran itu lebih lanjut pembaca dapat
menampilkan berbagai macam nilai kehidupan dari padanya
Demikian pendekatan penerapan apresiasi sastra, pada postingan selanjutnya saya akan membagikan pendekatan-pendekatan apresiasi yang lainnya. Semoga artikel ini bermanfaat bagi para sobat sekalian.
Tidak ada komentar