Pendekatan Penerapan Apresiasi Sastra

Pendekatan Penerapan Apresiasi Sastra
Pendekatan Penerapan Apresiasi Sastra
Apresiasi sastra apakah kalian pernah mendengar istikah ini? tentunya istilah tersebut tidak asing ditelinga para sobat. Apresiasi sastra ini merupakan suatu sikap untuk menghargai, menikmati suatu karya sastra. Sikap apresiasi ini harus diajarkan kepada generasi muda kita. Dengan mempunyai sikap apresiasi maka generasi muda kita akan mengetahui, menghormati dan juga dapat menikmati karya dari para sastrawan negara kita. Nah untuk mempelajari apresiasi sastra maka setiap individu harus mengetahui pendekatan-pendekatan untuk menerapkan apresiasi sastra. Berikut pendekatan-pendekatan penerapan apresiasi sastra. 


1.  PENDEKATAN PARAFRASTIS DALAM MENGAPRESIASI SASTRA

Pendekatan parafratis adalah strategi pemahaman kandungan makna dalam satu cipta sastra dengan jalan mengungkapkan kembali gagasan yang disampaikan pengarang dengan menggunakan kata-kata maupun kalimat yang berada dengan kata-kata kalimat yang digunakan pengarangnya. Tujuan akhir dari penggunaan pendekatan parafrastis itu adalah untuk menyederhanakan pemakaian kata atau kalimat seorang pengarang sehingga pembaca lebih mudah memahami kandungan makna yang terdapat dalam suatu cipta sastra. Seperti telah diketahui, kata-kata dalam cipta satsra umumnya padat dan suplimatif. Misalnya, seorang penyair yang ingin menyampaikan gagasan tentang betapa cepatnya perjalanan kehidupan serta betapa singkat kehidupan manusia itu sendiri yang sisi lain juga akan segera membahas manusia dari libatan keduniawian ini, dirinya cukup mengungkapkannya dengan jam mengerdip, tak terduga betapa lekas siang menepi, melapangkan jalan dunia. Dari contoh itu dapat diketahui bahwa kalimat atau baris dalam puisi sering mengalami elipsis atau penghilangan suatu unsur, baik berupa kata maupun berupa kelompok kata. Begitu juga1 cara penulisannya umumnya tidak sma dengan aturan atau sistem pada umumnya. Misalnya jika seorang kalimat itu seseorang harus mengawalinya dengan huruf besar dan menghakhiri dengan titik, maka dalam baris-baris puisi dalam aturan itu tidak selamnya dilaksanakan.

Prinsip dasar dari penerapan pendekatan parafrastis pada hakikatnya berangkat dari pemikiran bahwa (1) gagasan yang sama dapat disampaikan lewat bentuk yang berbeda, (2) simbol-simbol yang berbentuk konotatif dalam suatu cipta sastra dapatdiganti dengan lambang atu bentuk lain tidak mengandung ketaksanan makna (3) kalimat-kalimat baris dalam suatu cipta sasgra yang mengalami pelesapan dapat dikembalikan lagi pada bentuk dasarnya, (4) pengubahan pada suatu cipta sastra baik dalam hal kata maupun kalimat yang semula simbolik dan eliptis menjadi suatu bentuk kebahasaan yang tidak lagi konotatif akan mempermudah upaya seseorang untuk mememahami kandungan makna dalam suatu bacaan, dan (5) ppengungkapan kembali suatu gagasan yang sama dengan menggunakan media atau bentuk yang tidak sama oleh sesorang pembaca akan mempertajam pemahaman gagasan yang diperoleh pembaca itu sendiri.

Dari prinsip pada butir 5 itu dapat disimpulkan juga bahwa penerapan pendekatan parafrastis untuk mempermudah upaya pemahaman makna suatu bacaan, juga digunakan untuk mempertajam, memperluas dan memperlengkapi pemahaman makna yang diperoleh oleh pembaca itu sendiri. Sebab itu, dalam pelaksanaannya nanti, pendekatan parafrastis ini selain dapat dilaksanakan pada awal dilaksanakan pada awal kegiatan merapresiasi satra, juga dapat dilaksanakan setelah kegiatanapresiasi berlangsung.

2.  PENDEKATAN EMOTIF DALAM MENGAPRESIASI SASTRA

Pendekatan emotif dalam mengapresiasi sastra adalah suatu pendekatan yang berusaha yang menemukan unsur-unsur yang mengajuk emosi itu dapat berhubungan dengan keindahan penyajiaan bentuk maupun ajukan emosi itu dapat berhubungan dengan isi atau gagasan yang lucu dan menarik.

Prinsip-prinsip dasar yang menlatarbelakangi adanya pendekatan emotif ini adalah pandangan bahwa cipta sastra merupakan bagian bagian dari karya seni yang hadir dihadapan masyarakat pembaca untuk menikmati sehingga mampu memberikan hiburan dan kesenangan. Dan dengan menerapakan pendekatan emotif ini akan pembaca akan dihadapkan pada pertanyaan-pertanyaan tentang adakah unsur-unsur keindahan cipta sastra yang akan baca ini? Bagaimana cara pengarang menampilkan keindahan itu? Dan bagaimana wujud keindahan itu sendiri setelah digambarakan pengarangnya. Bagaimana cara menemukan keindahan itu? Serta berapa banyak keindahan itu dapat ditemukan?

Selain  berhubungan dengan masalah  keindahan yang lebih lanjut akan berhubungan dengan masalah gaya bahasa seperti metafor, smile, maupun penataan setting yang mampu menghasilakan panorama yang menarik. Penikmatan keindahan itu juga dapat berhubungan dengan penyampaian cerita, peristiwa, maupun gagasan tertentu yang lucu dan menarik sehingga mampu memberikan hiburan dan kesenagan oleh pembaca.

Penikmatan itu lebih ;lanjut juga dengan berhubungan masalah pola persajakan dan paduan bunyi yang lebih lanjut dan dapat mengahadiri unsur-unsur musikalitas yang merdu dan menarik. Hal yang demikian dijumpai terutama pada karya-karya puisi karena pada abad ke-18 sampai ke-19 ada kecenderungan untuk menciptakan sair atau karya fiksi seperti halnya alunan musik, misalnya sebuah puisi berbahasa Jerman dari penyair Tieck berbunyi: liebe denk in suzen Tonen atau Dennn gedanken steh’n zu fern. Penyajian keindahan dalam puisi dalam keindahan dalam puisi, selain lewat permainan bunyi sehingga dikenal adanya penyair yang auditif, dapat juga disajikan secara visual. Salah satu bait puisi  Roestam Effendi dalam percikan perenungan, misalnya, berbunyi:

                  Ditengah sunyi menderu rinduku
                  Seperti topan. Merengggutkan dahan
Mencabutkan akar,
Meranggutkan kembang kalbuku
           
Untuk menemukan dan menikmati cipta satra yang mengandung kelucuan, anda tentunya juga harus memilih cipta satra yang termasuk dalam ragam-ragam tertentu. Ragam itu misalnya ragam humor, satirik, sarkasme, maupun ragam komedi.

3.  PENDEKATAN ANALITIS DALAM MENGAPRESIASI SATRA

Sewaktu berhadapan dengansebuah cipta sastra, pembaca dapat menampilkan pertanyaan: unsur-unsur apakah yang membangun cipta sastra yang saya baca ini? Bagaimana peranan setiap unsur itu dan bagaimana hubungan antara unsur yang satu dengan yang lainya? Dan bagaimakah cara memahaminya? Jika pembaca berusaha mencari jawaban dari keseluruhan pertanyaan itu, pada dasarnya pembaca telah melaksanakan atau menerapkan pendekatan analitis.

Pengertian pendekatan analitis itui sendiri adalah suatu pendekatan yang berusaha memahami gagasan, cara pengarang menampilkan gagasan-gagasanya, elemen instrinsik dan mekanisme  hubungan dari setiap elemen instrinsik itu sehingga mampu totalitas maknanya. Penerapan penekatan analitis itu pada dasarnya akan menolong pembaca dalam upaya meninggalkan unsur-unsur instrinsik sastra yang secara aktual telah berada dalam suatu cipta sastra dan bukan dalam rumusan-rumusan atau definisi seperti yang terdapat dalam teori kajian sastra. selain itu pembaca juga dapat memhami bagaimana fungsi disetiap elemen cipta sastra dalam rangka membangun dalam keseluruhanya. Dengan kata lain, pendekatan analitis lewat penerapan pendekatan ini diharapkan pembaca pada umumnya menyadari bahwa cipta sastra itu pada dasarnya diwujudkan lewat kegiatan yang serius dan terencana sehingga tertanamkanlah rasa penghargan atau sikap yang baik terhadap karya sastra.

Dalam kehadiran pendekatan analitis ini, prinsip dasar yang mendatarbelakanginya adalah anggapan bahwa (1) cipta satra itu dibentuk oleh elemen-elemen tertentu, (2) setiap elemen dalam cipta satra memiliki fungsi tertentu dan menantiasa memiliki hubungan antara yang satu dengan yang lainnya walupun karakteristik masing-masing berbeda, (3) dari adanya ciri karakteristik setiap elemn itu, maka antara elemen yang satu dengan yang lain, pada awalnya setiap elemennya itu harus disikapi sebagai suatu kesatuan.

dalam pelaksanaannya, penerapan pendekatan aanlitis ini diawali dengan kegiatan membaca teks secra keseluruhan. Setelah itu, pembaca menampilkan beberapa pertanyaan yang berhubungan dengan unsur-unsur intrinsik yang membangun cipta sastra yang dibacanya. Misalnya, sewaktu pembaca mengapresiasi salah satu judul cerpen, lewat judul cerpen yang dibacanya itu, setelah pembaca melaksanakan kegiatan baca terhadap keseluruhan cerpen itu secara skiming, pembaca lebih lanjut menampilkan pertanyaan-pertanyaan, misalnya bagaimana penokohannya, setting-nya, perwatakan setiap tokoh, dan pertanyaan tentang unsur instrinsik lain yang terdapat dalam cerpen itu, pembaca lebih lanjut pembaca menganalisis setiap unsur yang telah ditetapkanya.

Dari hasil analisis  setiap unsur itu, pembaca lebih lanjut berusaha memahami bagaiman mekanisme hubungannya. Lewat analisis mekanisme hubunganya. Lewat analisis mekanisme hubungan inii lebih lanjut pembaca menganalisis setiap unsur yang telah ditetapkannya. Dalam pelaksanaanya, kegiatan analisis itu tidak harus meliputi keseluruhan aspek yang terkandung dalam suatu cipta sastra. Dalam hal ini pembaca dapat membatasi diri pada analisis struktur, diksi atau gaya bahasa, atau mungkin analisis unsur kebahasaan seperti yang dilaksanakan dalam pendekatan linguistik atau text grammar. Dapat disadari, misalnya kita berhadapan dengan roman Siti Nurbaya yang begitu tebal dan melaksanakan kegiatan analisis pada seluruh elemen pendukungnya, maka hal itu akan sangat menyita waktu. Sebab itulah didalam pelaksanaannanti, sebaiknya anda memilih cipta sastra yang tidak begitu panjang, misalnya cerpen atau puisi.

Kegiatan mengapresiasi sastra dengan menerapkan pendekatan analisis ini dapat dianggap sebagai suatu kerja yang bersifat saintifik. Karena dalam menerapkan pendekatan itu pembaca harus berangkat dari landasan teori tertentu, bersikap objektif dan harus mewujudkan hasil analisis yang tepat, sistematis, dan diakui oleh umum. Metode kerja demikian itu dapat disamakan dengan metode kerja pada linguis dalam upayanya menerapkan metode deskriptif yang bersifat eksak dalam rangka menelaah aspek kebahasaan dalam cipta sastra. Sebab itulah dalam pelaksanaan nanti, apresiator dapat saja menggunakan bagan, tabel, maupun fomulasi atau rumus-rumus seperti yang digunakan dalam ilmu eksakta.

4.  PENDEKATAN HISTORIS DALAM MENGAPRESIASI SASTRA

Pendekatan historis adalah suatu pendekatan yang menekankan pada pemahaman tentang biografi pengarang, latar belakang peristiwa masa-masa terwujudnya cipta satra yang dibaca, serta tentang bagaimana perkembangan kehidupan sastra itu sendiri pada umumnya dari zaman kezaman.

Prinsip dasr yang memlatarbelakangi lahirnya pendekatan ini adalah anggapan bahwa cipta sastra bagaimanapun juga merupakan  bagian dari zamannya. Selain itu pemahaman terhadap biografi pengarang juga sangat penting dalam upaya memahami kandungan makna dalam makna dalam suatu cipta sastra. Sebab itulah telaah makna dalam upaya memahami kandungan makna dalam suatu cipta sastra. Sebab itulah telaah makna dalam suatu dalam pendekatan sosiosemantik sangat mengutamakan konteks, baik konteks sosio budaya, situasi tau zaman maupun konteks kehidupan pengarangnya sendiri.

Dalam telaah karya sastra Indonesia lewat pendekatan historis ini, pembaca dapat memanfaatkan buku kritik dan esay dari H.B. Jassin, Ihtisar sejarah sastra Indonesia karangan ajib rosidi, serta buku leksikon karangan  pemasuk Eneste, dan lain-lainya. Sebagai informasi kesejarahan , tambahan, pembaca dapat juga melihat pada keterangan tentang biografi pengarang yang terdapat dibagian belakang maupun esay-esay tentang kehidupan pengarang yang terdapat dalam buku kumpulan karangan maupun majalah dan koran.

5.  PENDEKATAN SOSIOPSIKOLOGIS DALAM MENGAPRESIASI SATRA

Pendekatan sosiopsikologis adalah suatu pendekatan yang berusaha memahami latar belakang kehidupan sosial budaya, kehidupan masyarakat maupun tanggapan kejiwaan atau sikap pengarang terhadap  lingkungan kehidupanya ataupun  zamannya pada saat cipta sastra itu diwujudkan. Dalam  pelaksananya pendekatan ini memang sering tumpang tindih dengan pendekatan historis. Akan tetapi, selama masalah yang akan dibahas untuk setiap pendekatan itu dibatasi dengan jelas, maka ketumpang tindihan itu pasti dapat dihindari.

Contoh penerapan pendekatan sosiopsikologi itu misalnyakita membaca puisi Chairil anwar “ Diponegoro” jika dalam pendekatan historis kita dapat membahasnya lewat pendekatan tentang biografi pengarang peristiwa kesejahrahan yang terjadi pada masa itu, bagaimana sikap pengarang terhadap lingkunganya serta hubungan antara cipta satra  iti dengan zamanya.

Sehubungan dengan penerapan pendekatan sosio psikologis itu, terdapat anggapan bahwa cipta sastra merupakan kreasi manusia yang terlibat dalam kehidupan serta mampu menampilkan tanggapan evaluatif terhadapnya. Sebab itulah dengan mengutip pendapat Grebstein, Spardi djokodamono mengungkapkan bahwa karya satra tidak dapat dipahami selengkap-lengkapnya apabila dipisahkan dari lingkungan atau kebudayaan.

6.  PENDEKATAN DIDAKTIS DALAM MENGAPRESIASI SASTRA

Pendekatan didaktis adalah suatu pendekatan yang berusaha menemukan dan memahami gagasan, tanggapan evaluatif maupun sikap pengarang terhadap kehidupan. Gagasan tanggapan maupun sifat itu dalam hal ini akan mampu terwujud dalam suatu pandangan etis, filosofis, maupun agamis sehingga akan mengandung nilai-nilai yang mampu memperkaya kehidupan rohanian pembaca.

Pendekatan didaktis ini pada dasarnya juga merupakan suatu pendekatan  yang telah beranjak jauh dari pesan tersurat yang terdapat dalam suatu cipta sastra. Sebab itulah penerapan pendekatan didaktis dalam apresiasi sastra akan menuntut daya kemampuan intelektual, kepekaan rasa, maupun sikap yang mampan darri pembacanya.

Bagi pembaca pada umumnya, penerapan pendekatan didaktis dalam tingakatan pemilihan bahan yang sesuai dengan pengetahuan maupun tingkat kemantangannya akan terasa lebih banyak mengasikkan, hal itu terjadi karena pembaca umumnya berusaha mencari petunjuk dan keteladanan lewat teks yang dibaca. Akan tetapi pada sisi lain pada sikap  itu juga berkontras dengan sikap tidak senangnya jika harus menerima pesan, petuah atau nasihat dari orang lain yang bernada mengurui . sebab dengan itulah dengan menemukan nilai-nolai kehidupan lewat yang difikirkan nilai-nilai kehidupan lewat daya fikir kritisnya sendiri, nilai yang dapat akan lebih mengendap pada aspek kejiwaanya serta lebih menikmatkan batinnya.

Dalam pelaksanaanyan, penggunaan pendekatan didaktis  ini diawali dengan upaya  pemahaman satuan-satuan pokok  pikiran yang terdapat dalam suatu cipta sastra. Satuan pokok pikiran itu pada dasarnya disarikan dari paparan gagasan pengarang, baik berupa tuturan ekspresif, komentar, dialog, lakuan maupun deskripsi peristiwa dari pengarang, baik berupa atau penyairnya. Dalam penerapan pendekatan didaktis ini, sebagai pembimbing kegiatan berfikirnya, pembaca dapt berangkat dari berpola berfikir, misalnya jika malin kundang itu akhirnya mati, karena durhaka kepada ibunya, maka dalam hidupnya manusia itu harus bersikap baik kepda orang tua.

Contoh dari pendekatan didaktis dalam kegiatan mengapresiasikan puisi misalnya kita membaca puisi  Goenawan Muhammad berjudul “tahunpun turun membuka sayapnya”
                                         
                        Tahunpun turu membuka sayapnya
                        Keluas jauh benua-benua
                        Dan laut membias: warna biru langit semesta
                        Dan zaman menderas: manusia tetap setia


Misalnya, dari puisi diatas kita dapat menentukan satuan-satuan pokok pikiran yang mmeliputi (1) waktu itu senantiasa berjalan dan teruas berganti (2) kehidupan yang indah ini senantiasa membukakan diri bangi manusia untuk menhayatinya, dan (3) meskipun zaman terus berjalan dengan cepat , manusia juga tetap setia mengisi kehidupannya. Dari ketiga pokok pikiran itu lebih lanjut pembaca dapat menampilkan berbagai macam nilai kehidupan dari padanya

Demikian pendekatan penerapan apresiasi sastra, pada postingan selanjutnya saya akan membagikan pendekatan-pendekatan apresiasi yang lainnya. Semoga artikel ini bermanfaat bagi para sobat sekalian. 

Tidak ada komentar