Hakikat Membaca Nyaring

Hakikat Membaca Nyaring
Hakikat Membaca Nyaring
Membaca bersuara menyangkut tiga istilah yakni: reading aloud, oral reading, dan reading out loud. Membaca nyaring adalah kegiatan membaca dengan bersuara dengan memperhatikan struktur kata (kata, kata majemuk, dan frasa) dan kalimat, lafal, intonasi dan jeda. Tekanan kata dalam bahasa Indonesia jatuh pada suku kedua dari belakang. Pembaca nyaring harus dapat pula mengelompokkan kata sesuai dengan kelompoknya agar jelas maknanya bagi pendengar.

Membaca nyaring merupakan aktifitas antara guru dan murid atau pembaca dengan pendengar untuk bersama-sama memahami makna suatu bacaan. Pembaca nyaring juga dituntut keterampilan memahami makna dan perasaan yang terkandung dalam bacaan. Pembaca nyaring juga dituntut keterampilan penafsiran lambang tulis, penyusunan kata-kata, serta penekanan sehingga sesuai dengan ujaran nyata dalam kehidupan sehari-hari. Pembaca nyaring juga dituntut memiliki kecepatan mata yang tinggi serta pandangan yang jauh karena di samping membaca juga harus menjaga hubungan harmonis dengan pendengar. Lawan membaca nyaring adalah membaca dalam hati. Membaca dalam hati bibir tidak boleh bergerak-gerak, apalagi mengeluarkan suara meskipun perlahan. Jika ini dilakukan maka akan menghambat perkembangan jenis membaca dalam hati.

Menyimak uraian di atas kegiatan membaca nyaring sangat bermanfaat untuk anak-anak kalau benar-benar dilaksanakan sesuai dengan maksud dan tujuannya. Di dalam kegiatan membaca nyaring terkandung kemampuan yang kompleks yang nantinya akan menjadi bekal dalam membaca dalam hati. Oleh karena itu, kegagalan pelaksanaan membaca nyaring akan merembet pada kegagalam membaca dalam hati.

Dalam kegiatan membaca nyaring menyimak tidak dapat dikesampingkan sehingga secara teknis harus benar agar penyimak dapat memahami informasi tulis yang dibaca. Kegiatan membaca nyaring akan lebih efektif jika semua murid memiliki buku yang sama, tetapi beragam. Yakni berbagai buku ceritera dan puisi. Jika ini dapat terlaksana maka membaca nyaring juga akan menjadi pelajaran seni yang sangat menarik hati murid, sehingga selalu ditunggu-tunggu oleh murid. Pelaksanaan pembelajaran membaca nyaring yang baik adalah sebuah pendekatan yang dapat memuaskan serta memenuhi berbagai ragam tujuan membaca. Membaca nyaring juga dapat mengembangkan sejumlah ketrerampilan serta minat. Oleh karena itu, dalam membaca nyaring guru harus memahami proses komunikasi dua arah. Proses komunikasi tidak lengkap kalau pendengar belum memberikan tanggapan terhadap pikiran dan perasaan yang diekspresikan oleh pembaca. Dapat saja taggapan hanya ada di dalam hati, tetapi hal ini telah menunjukkan bahwa pendengar telah mengapresiasi.

Dari uraian di atas kiranya cukup dijelaskan bahwa keterampilan membaca nyaring adalah suatu keterampilan yang rumit, kompleks, dan menuntut banyak keterampilan pendukung. Kegiatan membaca nyaring pertama menuntut pemahaman terhadap rentetan huruf dan pungtuasinya kemudian menyuarakan dengan tepat dan bermakna.

Membaca nyaring bagi sebagian besar anak Indonesia merupakan problem lisan (oral matter). Hal ini karena bagi sebagian besar anak Indonesia bahasa Indonesia merupakan bahasa asing. Oleh karena itu, kegiatan membaca nyaring lebih tepat jika diarahkan pada ucapan (pronunciation) dari pada ke pemahaman. Seorang guru di Sarmi mengatakan bahwa dirinya pernah selama tiga tahun mengajar hanya berkutat pada abjad saja. Bagaimana murid dapat mengucapkan bunyi dengar benar. Menyimak pengakuan guru tersebut kita harus mengacungi jempol betapa bertanggungjawabnya Beliau dalam mendidik anak bangsa di Papua ini. Belia sadar benar bahwa sistem bunyi (fonem) bahasa Indonesia berbeda dengan sistem bunyi bahasa Daerah di mana Belia bertugas sehingga latihan ucapan atau bunyi (abjad) sangat ditekankan.

Keterampilan membaca nyaring seharusnya telah mantap diberikan di sekolah dasar kelas IV. Jadi., di kelas III dan kelas IV kegiatan membaca harus difokuskan pada membaca nyaring. Pada waktu kelas V anak sudah membaca intensif atau membaca dalam hati. Hanya sekali-kali saja kegiatan membaca ini dilakukan, tetapi dengan penekanan tambahan, misalnya dengan perasaan. Kegagalan pencapaian kopetensi membaca nyaring di kelas III dan kelas IV akan mengakibatkan kegagalan kopetensi membaca dalam hati di kelas V dan VI dan tentunya kelas selanjutnya sampai di perguruan tinggi.

Tidak ada komentar