6 Macam Model Pembelajaran dalam Mengapresiasi Sastra

Model Pembelajaran dalam Apresiasi Sastra - Apreasiasi sastra, pernahkah kalian mendengar kata tersebut? Tentunya kalian pernah mendengarnya walaupun kalian bingung maksudnya. Apreasiasi sastra merupakan suatu kegiatan yang dilakukan seseorang untuk menilai, menghargai, menyukai sebuah karya dari orang lain. Nah dalam suatu pembelajaran terdapat juga kegiatan mengapresiasi sastra dan juga terdapat beberapa model pembelajaran yang cocok untuk melakukan atau memaksimalkan suatu kegiatan mengapresiasi sastra. Apa sajakah model pembelajaran tersebut? 

Model Pembelajaran Apresiasi Sastra

Pada kesempatan kali ini saya akan memberikan beberapa macam model pembelajaran dalam mengapresiasi sastra. Mungkin kalian bagi para calon guru dan juga sebagai guru jika menjumpai pembelajaran mengapresiasi sastra artikel inilah patut kalian baca. Kenapa seperti itu? Karena pada artikel ini saya akan menyajikan 6 Macam Pembelajaran dalam Mengapreasi Sastra. Tidak usah panjang lebar, langsung saja kita pelajari bersama-sama.

MODEL PEMBELAJARAN APRESIASI SASTRA

1. Model Stratta
Strategi ini dinamakan strategi strata karena idenya didapatkan dari tulisan Leslie Strata dalam bukunya “Pattern of Language” . Strategi ini terdiri dari tiga langkah pokok yaitu penjelajahan, interpretasi, dan re-kreasi.

a. Penjelajahan
Apresiasi sastra sebenarnya bukan merupakan konsep abstrak yang tidak pernah terwujud dalam tingkah laku, melainkan pengertian yang di dalamnya menyiratkan adanya suatu kegiatan yang harus terwujud secara konkret. Perilaku kegiatan itu dapat dibedakan menjadi dua, yaitu secara langsung dan secara tidak langsung.

Dalam kaitannya dengan tahap penjelajahan, dalam strategi strata siswa melakukan kegiatan penjelajahan terhadap cipta sastra yang disukainya atau yang disarankan oleh guru dengan perilaku kegiatan secara langsung dan perilaku kegiatan secara tidak langsung.
Apresiasi sastra secara langsung adalah kegiatan membaca atau menikmati cipta sastra berupa teks maupun performansi secara langsung. Dalam kaitannya dengan apresiasi langsung dalam tahap penjelajahan ini, siswa dapat melakukan kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
a. Membaca karya sastra (puisi, cerpen, novel, roman, naskah drama) baik dengan membaca diam maupun membaca lisan.
b. Mendengarkan penyajian karya sastra, misal mendengarkan sandiwara radio, mengamati/menyaksikan pementasan drama/film/puisi dan sebagainya.

Selain dilakukan kegiatan apresiasi langsung, juga dilakukan apresiasi sastra secara tidak langsung. Kegiatan apresiasi sastra secara tidak langsung itu dapat ditempuh dengan cara sebagai berikut.
a. Siswa mempelajari teori sastra.
b. Siswa membaca artikel yang berhubungan dengan kesusastraan, baik di majalah maupun koran.
c. Siswa mempelajari buku-buku maupun esai yang membahas dan memberikan penilaian terhadap suatu karya sastra serta mempelajari sejarah sastra.
d. Siswa bertanya tentang karya sastra yang sedang dijelajahinya kepada orang-orang yang dapat dijadikan narasumber karya sastra tersebut.

Kegiatan apresiasi sastra secara tidak langsung bukan hanya mengembangkan pengetahuan siswa tentang sastra melainkan juga akan meningkatkan kemampuan dalam rangka mengapresiasi cipta sastra. Yang perlu diperhatikan dalam kegiatan tidak langsung ini adalah relevansi sastra yang sedang dijelajahinya. Misalnya, dalam materi puisi siswa dengan kompetensi dasar mengungkapkan isi suatu puisi. Dalam hal ini siswa tidak hanya membaca teks puisi saja tetapi juga membaca buku-buku teori sastra tentang puisi, buku-buku esai yang membahas puisi tersebut, dan biografi pengarang tersebut.

Hal lain yang harus diperhatikan dalam kegiatan tidak langsung ini bahwa pembelajaran tentang teori-teori sastra hanya dimaksudkan untuk mendukung atau sebagai kontribusi untuk mengapresiasi karya sastra tersebut. Dalam pembelajaran apresiasi sastra ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan sebagai berikut:

1. Pembelajaran sastra dapat meningkatkan kepekaan rasa terhadap budaya bangsa, khususnya bidang kesenian.
2. Pembelajaran sastra merupakan pembelajaran untuk memahami nilai kemanusiaan dari karya-karya sastra.
3. Pembelajaran sastra memberikan kepuasan batin dan keterampilan pengajaran karya estetis melalui bahasa.
4. Pembelajaran sastra bukan merupakan pengajaran sejarah sastra , aliran, dan teori tentang sastra ( Ambang, 1999. Petunjuk Guru : Penuntun terampil berbahasa Indonesia 3).

Hal yang perlu diperhatikan juga dalam tahapan ini, untuk memahami dan menghayati karya sastra siswa diharapkan langsung membaca karya sastra dan bukan ringkasannya. Karena kegiatan mengapresiasi sastra berkaitan erat dengan pelatihan mempertajam perasaan, penalaran, dan daya khayal, serta kepekaan terhadap masyarakat, budaya, dan lingkungan hidup. Hal-hal tersebut tidak terlaksana apabila siswa tidak membaca secara utuh karya sastra tersebut. Siswa tidak akan mendapat kontribusi tentang nilai-nilai keindahan serta paparan peristiwa yang mampu memberikan kepuasan batin pembacanya dan pandangan yang berhubungan dengan renungan atau kontemplasi batin (baik yang berhubungan dengan keagamaan, filsafat, politik, budaya, dan sebagainya). Kandungan makna sastra yang begitu kompleks serta berbagai macam keindahan sastra tergabung lewat media kebahasaan, media tulis, dan struktur wacana yang utuh.

b. Interpretasi
Setelah penjelajahan dilakukan penafsiran terhadap karya sastra yang sedang dijelajahi. Penafsiran dapat dilakukan dengan tanya jawab dan diskusi dengan temannya atau guru tentang karya sastra yang dibacanya. Dapat pula dilakukan dengan menganalisis unsur-unsur yang membangun karya sastra tersebut.

c. Re-kreasi
Tahapan ini merupakan langkah pendalaman. Siswa diminta untuk mengkreasikan kembali hal-hal yang telah dipahaminya dalam tahapan interpretasi.
Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan dalam tahapan ini adalah sebagai berikut:
1. Siswa memerankan isi puisi sesuai dengan daya imajinasi mereka.
2. Siswa mengubah bentuk puisi menjadi cerita narasi.
3. Siswa mengubah bentuk cerita ke dalam bentuk drama.
4. Siswa menuliskan kembali bagian dalam sastra klasik dengan gaya bahasa masa kini.
5. Siswa menuliskan bagian tertentu dari cerpen/novel dari sudut pandang yang berbeda (misal dari salah satu seorang pelaku cerita).
6. Mengubah gaya bahasa penulisan karya sastra, dan sebagainya.

Cara untuk melaksanakan setiap langkah dalam strategi strata bergantung pada teknik yang ingin dipergunakan oleh pengajar dan kondisi kelas. Strategi ini memungkinkan guru bekerja dengan siswa dalam kelompok ataupun perseorangan.

Penerapan strategi strata juga memberikan peluang diterapkannya empat aspek keterampilan berbahasa sebagai karakteristik dalam pengajaran bahasa dan sastra Indonesia. Empat aspek keterampilan berbahasa tersebut adalah membaca, menulis, berbicara, menyimak. Yang tak kalah menariknya lagi dari strategi ini adalah adanya tahapan kreativitas dari siswa dalam mengkreasikan kembali suatu karya sastra.

2. Rodriguesi- Badaczwski
Model apresiasi sastra menurut Rodrigues dan Badaczewski:
1. Class discussion
2. Group discussion
3. One-to-one discussion
4. Role playing
5. Dramatization of scenes
6. Media presentations
7. Interest of value survey
8. Creative writing
9. Literary riviews

3. Model Gordon
Model Gordon merupakan model yang membawa siswa pada pemecahan masalah secara kreatif. Model ini dikembangkan oleh William J.J. Gordon dengan memperhatikan tiga teknik, yaitu: analogi personal, analogi langsung, dan analogi kempaan.
Contoh penerapan model Gordon:

No.
Tujuan Pelibatan Siswa
Kegiatan Siswa
Kegiatan Guru
Strategi yang Digunakan
Proses Pengukuran

1

Penghayatan isi puisi
Membaca puisi
Menilik siswa secara individual
Observasi
Mengisi daftar cek observasi
 2
Pemaham-ceramah guru
Menyimak ceramah guru
Guru memberikan informasi yang singkat dan jelas
ceramah
s.d.a
3
Pemilikan pengertian kritis
Mengajukan pertanyaan untuk penjelasan
Meneruskan pertanyaan siswa ke siswa lain
Tanya jawab
s.d.a.
4
Pertukaran pikiran
Mengajukan pendapat
Mengatur  lalu lintas diskusi
Diskusi
Mengisi lembaran observasi siswa
5
Peragaan langsung
Menempatkan diri sebagai penyair
Memberikan bimbingan
simulasi
s.d.a.
6
Penyimpulan pendapat
Mengajukan simpulan
Memberikan pengukuhan
Sumbang saran
s.d.a.
               
Model ini menekankan pada keaktifan dan kreativitas siswa. Model Gordon mengenal tiga teknik, yaitu:
a. Analogi personal
b. Analogi langsung
c. Konflik kempaan

Prinsip yang harus dipegang dari model Gordon di atass adalah :
a. Jangan membatasi pengalaman yang mungkin diperoleh siswa
b. Hormati gagasan-gagasan yang muncul
c. Jangan takuti siswa dengan soal ujian
d. Biarlah siswa berproses secara bebas
e. Berilah ruang untuk mengadu pendapat, karena perbedaan individual sangat mungkin terjadi
f. Gugahlah mereka sehingga timbul ide-ide kreatif dan produktif mereka.

4. Model Taba
Model Taba terdiri atas seperangkat langkah yang disebut fase. Ada tujuh fase dalam model ini yang terperinci dalam tabel berikut.
Fase
Tujuan
Kegiatan
1
Menghimpun masalah
Mendaftarkan masalah khusus
2
Menyepakati masalah
Mengelompokkan masalah sejenis
3
Mengategorikan masalah
Menemai kategori masalah
4
Menghayati masalah
Menganalisis masalah
5
Menemukan data umum dari masalah khusus
Menggeneralisasikan data
6
Menghimpun data-data penunjang
Membuat simpulan yang menjelaskan data
7
Menyusun generalisasi
Menerapkan generalisasi pada fase sebelumnya

Contoh penggunaan strategi model Taba

Fase
Tujuan Pelibatan Siswa
Strategi
1
Penghayatan puisi secara mandiri
Pemberian tugas sumbang saran
2
Pengenalan tema puisi
Diskusi
3
Penamaan tema puisi
Tanya jawab
4
Penganalisisan data puisi
Ceramah
5
Penggeneralisasian data
Diskusi
6
Penyimpulan yang menjelaskan data
Diskusi
7
Penyimpulan dan pembandingan data antarpuisi
Tanya jawab Sumbang saran

5. Model Moody
Model Moody adalah model pemelajaran sastra yang dikemukakan oleh H. L. B. Moody dalam bukunya yang berjudul The Teaching of Literature. Ia mengajukan prinsip bahwa siswa harus mengalami langsung dalam berhubungan dengan karya sastra. Guru tidak boleh menjadi perantara pengalaman tersebut, melainkan harus berperan sebagai fasilitator  siswa dalam menentukan pengalaman sastranya. Selain itu, ia mengemukakan bahwa pengjaran sastra tidak diperkenankan melupakan aspek bahasa karena sastra merupakan seni kreatif yang menjadikan bahasa sebagai mediumnya.

Pendekatan yang digunkan model Moody dalam pemelajaran sastra adalah pendekatan struktural. Pendekatan ini mengutamakan penyelidikan sastra berdasarkan kenyataan teks karya sastra itu sendiri. Hal ini mengisyaratkan bahwa karya sastra merupakan bentuk seni kreatif yang mepunyai struktur berupa teks-teks. Dengan demikian model Moody masih dapat digunakan untuk menafsirkan karya-karya sastra berdasarkan struktur yang ada.

Prinsip Pembelajaran

Karya sastra merupakan bentuk buah pikiran atau penuangan ide-ide. Ide-ide muncul karena adanya pengalaman yang melekat pada diri penulisnya. Pengalaman inilah yang memungkinkan seseorang dapat menghasilkan sebuah karya.  Umar Yunus menegaskan bahawa imajinasi lahir karena adanya peristiwa. Dengan peristiwa itulah akan terbentuk imajinasi dan selanjutnya dituangkan dalam bentuk tulisan jadilah sebuah karya sastra. Dengan demikian karya sastra dapat dilihat dari sudut proses kreatif sebagai pengalaman dan bahasa sebagai mediumnya. Karena itulah Moody dalam model pengalajaran sastra memfokuskan pada dua prinsip, yakni karya sastra sebagai pengalaman dan bahasa.
Sastra sebagai Pengalaman

Moody berpendapat bahwa pengalaman adalah segala sesuatu yang terjadi dalam hidup. Hal tersebut dapat berupa apa-apa yang  dinikmati, dirasakan, dihayati, dipikirkan, diinisiasi, dan dilihat.
Membaca karya sastra merupakan suatu kegiatan yang dapat beroleh pengalaman. Akan tetapi, usaha tersebut sering kurang diperhatikan. Bila seseorang mau memperhatikan keterampilan pengarang dalam mengungkakan ide dan daya imajinasi dalam sebuah karya tentu pembaca akan bertambah kaya pengalaman-pengalaman yang didapatnya. Pengalaman dari hasil membaca akan lebih “berkesan” dan akan lebih berharga daripada pengalaman yang diperoleh dari lingkungan terbatas.

Dalam pemelajaran sastra secara tradisional guru sering bertindak sebagai pengantar informasi langsung pada siswa dan siswa pasif menerima segala informasi tersebut. Yang lebih parah, pemelajaran sastra pada saat ini masih berkutat pada tataran pendefinisian masalah-masalah di seputar sastra. Hal inilah yang menjadi persoalan mendasar bagi pemelajaran sastra.  Pemelajaran seperti itu seharusnya sudah ditinggalkan. Moody berpendapat bahwa pemelajaran sastra tidak dimaksudkan utnuk membentuk aktivitas mekanis atau otomatis tanpa membawa siswa terlibat secara langsung dengan karya sastra yang sedang dipelajarnya. Sifat dasar karya sastra hanya dapat ditangkap siswa dengan baik apabila setiap unsur khusus dihadirkan sebagai suatu  “pengalaman baru” bagi siswa.

Pembelajaran sastra hendaknya menuntut keterlibatan siswa  secara aktif dengan cara langsung terhadap obyek kajian. Hal ini sesuai dengan sifat dasar karya sastra yang dapat diahami dan dinikmati dengan baik bila erlibat secara langsung. Karena itu, peran  guru dalam pemelajaran sastra bukan pengisi informasi bagi otak siswa tetapi mendorong siswa untuk menikmati dan memperoleh pengalaman dari karya sastra yang dipelajarinya. Dengan keterlibatan siswa secara langsung dengan karya sastra diharpakan mereka dapat memperoleh pengalaman yang bermakna bagi dirinya untuk selanjutnya dikembangkan.


6. Model Suchman
Model Suchman adalah model inkuiri yang mengandung lima langkah karakteristik, yaitu: (1) identifikasi masalah, (2) hipotesis kemungkinan pemecahan masalah, (3) pengumpulan data untuk menguji hipotesis, (4) revisi hipotesis, dan (5) pengulangan langkah (3) dan langkah (4) sampai sebuah hipotesis untuk semua data ditentukan. Dalam pelaksanaannya, kelima langkah tersebut terpadu dalam tiga fase berikut.
Fase
Tujuan Pelibatan Siswa
Strategi
1
Penghayatan puisi secara mandiri
Pemahaman msalah yang akan diinkuiri
Pemberian tugas

Ceramah (singkat)
2
Penggalian tema dan bahasa puisi
Inkuiri, Tanya jawab, Diskusi
3
Penyimpulan butir
Sumbang saran Diskusi

DAFTAR PUSTAKA

http://ceritahidupdaning.blogspot.com/2011/10/model-pembelajaran-sastra.html
http://chocochipzluvondhe-ondhe.blogspot.com/2011/04/makalah-pengajaran-sastra.html
http://nuun-sastra.blogspot.com/2012/05/metode-penulisan-dan-teori-pengajaran.html
http://ojs.unm.ac.id/index.php/retorika/article/view/507
http://risasmaga.blogspot.com/2010/04/pengajaran-sastra-berbasis-strategi.html

Demikian artikel tentang 6 Macam Model Pembelajaran dalam Mengapresiasi Sastra semoga bermanfaat bagi kita semua. Terima kasih sudah berkenan mengunjungi blog sederhana milik saya ini. Jangan lupa membaca artikel lain dari blog ini ya.

Tidak ada komentar