Perbedaan Sikap Bahasa Dan Sikap Berbahasa

Sikap bahasa dalam kajian sosiolinguistik mengacu pada prilaku atau tindakan yang dilakukan berdasarkan pandangan sebagai reaksi atas adanya suatu fenomena terhadap penggunaan bahasa tertentu oleh penutur bahasa (Sembiring, 2002). Sikap bahasa dapat menunjukkan senang atau tidaknya seorang penutur bahasa terhadap suatu bahasa.  Sedangkan sikap berbahasa merupakan sikap penutur yang menambahkan nilai rasa ke dalam suatu bahasa sebagai bentuk sopan santun dengan mempertimbangkan adat atau norma yang berlaku.
Perbedaan Sikap Bahasa Dan Sikap Berbahasa
Perbedaan Sikap Bahasa Dan Sikap Berbahasa

JENIS-JENIS SIKAP BAHASA

Jenis sikap bahasa terdiri atas:
1. Sikap Positif
Garvin dan Mathiot (1968) merumuskan tiga ciri sikap bahasa positif yaitu:
a. Kesetiaan Bahasa (Language Loyalty) yang mendorong masyarakat suatu bahasa mempertahankan bahasanya dan apabila perlu mencegah adanya pengaruh bahasa lain.
Contoh:
Irfan adalah mahasiswa asal Pemalang yang berkuliah di Universitas Negeri Semarang. Namun begitu, pada kesehariannya, Irfan tetap menggunakan bahasa Jawa dengan dialek ngapak di kampus. Hal ini ditunjukkan pada dialog berikut.
Irfan: "din, nyong ajari garap tugas".
Didin: "iya, fan".

b. Kebanggaan Bahasa (Language Pride) yang mendorong orang mengembangkan bahasanya dan menggunakannya sebagai lambang identitas dan kesatuan masyarakat.

c. Kesadaran adanya norma bahasa (Awareness Of The Norm) yang mendorong orang menggunakan bahasanya dengan cermat dan santun merupakan faktor yang sangat besar pengaruhnya terhadap perbuatan yaitu kegiatan menggunakan bahasa (language use).

2. Sikap Negatif
a. Sikap negatif terhadap bahasa dapat terjadi apabila orang atau sekelompok orang tidak mempunyai lagi rasa bangga terhadap bahasanya, dan mengalihkannya kepada bahasa lain yang bukan miliknya. Hal tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu antara lain: faktor politis, faktor etnis, ras, gengsi, menganggap bahasa tersebut terlalu rumit atau susah dan sebagainya.
Contoh:
Kurnia adalah mahasiswa asal Kebumen. Ia kuliah di Universitas Negeri Semarang. Dalam kesehariannya ia bergaul dengan Rinda yang berasal dari Pati yang tidak memiliki dialek ngapak. Kurnia pun tidak pernah menggunakan aksen ngapaknya di kampus. Ia justru menggunakan dialek Pati hingga  justru orang lain mengira jika Kurnia berasal dari Pati. Hal ini ditunjukkan pada dialog berikut.
Rinda: "Kur? Koe wis nggarap tugas po durung?"
Kurnia: "Durung leh! Aku durung nggarap opo-opo!"

b. Sikap negatif juga akan lebih terasa akibat-akibatnya apabila seseorang atau sekelompok orang tidak mempunyai kesadaran akan adanya norma bahasa. Sikap tersebut nampak dalam tindak tuturnya. Mereka tidak merasa perlu untuk menggunakan bahasa secara cermat dan tertib, mengikuti kaidah yang berlaku.
Contoh:
Supri adalah seorang preman di pasar Sejiwan. Suatu hari ia mendapat teguran dari Pak Agung, seorang lurah desa setempat. Ia menanggapi teguran Pak Agung tanpa memperhatikan norma apalagi kaidah. Hal ini ditunjukkan pada dialog beirkut.
Pak Agung: "Supri, lebih baik kamu bekerja dengan saya daripada jadi preman pasar seperti ini."
Supri: "Halah! Cangkeman!"

c. Seseorang sering mendapat hambatan psikologis dalam menggunakan bahasa daerahnya yang mengenal tingkatan bahasa, seringkali memaksa mereka terbalik-balik dalam bertutur antara bahasa daerah dan bahasa Indonesia. Akhirnya sering terjadi kalimat-kalimat / kata-kata (karena banyaknya terjadi interferensi / campur kode yang tidak terkendali) muncul kata-kata sebagai suatu ragam bahasa baru. Misalnya, bahasa Indonesia yang kejawa-jawaan atau bahasa Indonesia yang keinggris-inggrisan, dan lain-lain. Hal itu pun mulai sering ditemui di masyarakat pengguna bahasa sekarang.

Contoh:
1.  Bahasa Indonesia yang ke Jawa-Jawaan.
a. Adanya pemakaian akhiran /o/
lihat+ [o] à lihato
jalan+ [o] à jalano
berdiri+[o] à berdirio

b. Adanya pemakaian akhiran /en/
ambil+ [en] à ambilen
lempar+[en] à lemparen

c. Adanya pemakaian akhiran /i/
Menambahi
Menembaki

2. Bahasa Indonesia yang ke Inggris-Inggrisan
Hal ini biasanya terdapat dalam pengucapan/pelafalan bahasa Indonesia yang menyerupai pelafalan/pengucapan bahasa Inggris.
Contoh:
becek à becheq
begitu à begicu

3. Bahasa Jawa yang ke Indonesia-Indonesiaan.
Penggunaan akhiran -lah.
Contoh:
 [wislah] à [sudahlah]

Tidak ada komentar