Cerpen Konservasi "Kepedulian Bulan Menanam Pohon" - Indonesiaku Hallo sobat blogger, berjumpa lagi dengan admin artikel ini berisi tentang cerpen bertema konservasi. Cerpen yang berisi tentang konservasi ini mempunyai judul Kepedulian Bulan Menanam Pohon. Langsung saja dibaca semoga suka dengan cerpen ini.
Kepedulian Bulan Menanam Pohon
Tanah basah berhamburan. Dua sekop kecil mencungkil gundukan tanah dengan
cepat. Srek. Srek. Sarung tangan karet
kebesaran membungkus tangan-tangan mungil pemegang sekop.
Splash.
Gundukan kecil tanah yang dicungkil melompat pintar ke wajah salah satu anak.
Anak lelaki tersebut otomatis jatuh terjengkang, kaget bukan main.
"Maafkan Bulan"
Lap sana. Lap sini. Tangan kecil itu selincah mungkin membantu mengebaskan
tanah. Tapi bukannya makin bersih, wajah anak lelaki dihadapannya malah coreng
moreng.
"Wajah Bintang jadi aneh"
gadis kecil itu tertawa terbahak-bahak.
Anak lelaki yang dipanggil Bintang pun ikut tertawa menyadari bahwa
wajahnya pasti telah sangat kotor. Butuh waktu semenit lebih untuk berhenti
tertawa dan saling melempar tanah untuk kembali pada kerjaan mereka sejak sore.
Wajah-wajah ceria penuh tawa tadi berubah bersinar. Mereka bersemangat.
Hari ini Bulan bersama tetangganya, Bintang, diajak bermain di salah satu
sekolah taman oleh Tante Mery. Sekolah yang mengajarkan anak kecil untuk
mencintai alam. Sejak pagi Bulan dan Bintang sibuk mengejar-ngejar anak ayam,
memperhatikan proses menetasnya anak ayam, dan memerah susu sapi. Siangnya
mereka dibiarkan beristirahat dan sorenya mereka dibebaskan untuk memilih ingin
melakukan apapun. Bulan memilih untuk
menanam pohon.
Sejak pertama kali datang ke tempat ini, Bulan terkesima melihat pohon
raksasa yang ditunjukkan Kak Citra. Kata Kak Citra pohon itu bisa tumbuh
dengan indah karena dicintai oleh masyarakat disekitarnya. Tidak ada yang jahil
menebas, menggoreskan nama dibatangnya, atau bahkan sekedar iseng mematahkan
ranting-ranting rapuh pohon tersebut.
Bulan sepenuhnya terkesima. Matanya berbinar melihat kanopi yang terbentang
sangat indah. Sempurna menaunginya dan anak-anak lain dari terpaan sinar matahari. Wush. Wush. Angin yang berhembus pun
terasa sangat sejuk. Berbeda sekali dengan suasana kota yang telah sesak oleh
gedung pencakar langit.
Tante Mery mengangguk khidmat. Kak Citra mengambil beberapa benih bunga
akasia dan anakan pohon pinus. Memeluk Bulan dan Bintang. Dia senang Bulan
menanam pohon dengannya.
"Cepat gede ya pohon" Bulan bergumam.
"Cepat gede" Bintang ikut bergumam.
Kak Citra tersenyum melihat kepolosan itu. Ah indah sekali. Andaikan saja
semua orang berpikiran polos seperti ini. Penuh cinta dan mata berbinar
memandang keindahan pohon hingga ikut melestarikannya. Hingga dapat kembali
merasakan kesejukan dari Maha Pencipta. Kesegaran yang sebenarnya, yang tercipta dari kumpulan
kanopi-kanopi pohon.
Andaikan saja semua orang bisa
mengerti ini sebelum era modernisasi merenggut semuanya. Ya, semoga saja era modernisasi
tidak mengubah kota kecil ini menjadi seperti
kota Thneedville dalam film Dr. Seuss The Lorax. Tidak ada pohon asli.
Tidak ada udara segar asli. Yang ada hanyalah pohon plastik dan udara
segar buatan yang dijual seperti air galon. Ah, mengenaskan sekali.
Kak Citra kembali tersenyum. Membuang jauh pemikiran buruknya. Setidaknya di tempat ini masih ada anak
sekecil Bulan dan Bintang yang peduli terhadap kelestarian pohon. Ya, setidaknya masih ada yang peduli. Semoga kita juga begitu.
Tidak ada komentar